PALANGKA RAYA – Upaya restorasi lahan gambut di Kalimantan Tengah (Kalteng) terus dilakukan. Tak hanya di kalangan peneliti, masyarakat pun diajak ikut serta, dengan harapan fungsi alamiah lahan gambut di Bumi Tambun Bungai dapat kembali normal, sekaligus mampu memberi manfaat ekonomi.
Ajakan kepada elemen masyarakat tersebut salah satunya disampaikan melalui kegiatan sosialisasi dan focus grup discussion (FGD) yang digelar di Desa Pilang, Kecamatan Jabiren Raya, Kabupaten Pulang Pisau, Sabtu (15/9/2018).
Kegiatan yang mengangkat tema “Model Restorasi Gambut Terintegrasi” tersebut dilaksakan Tim Peneliti Pilot Project Unit Pelaksana Teknis Laboratorium Lahan Gambut (UPT-LLG) CIMTROP Universitas Palangka Raya (UPR), sebagai bagian kegiatan kerja sama dengan Badan Restorasi Gambut (BRG).
Sosialisasi dan FGD ini diikuti 30 peserta, terdiri dari Tim Peneliti LLG CIMTROP UPR, aparatur desa, anggota BPD, kelompok tani dan masyarakat Peduli Api (MPA), fasilitator BRG, dan perwakilan warga Desa Pilang.
Acara yang dilaksanakan di Sanggar Kesenian Desa Pilang itu dihadiri Direktur UPT LLG-CIMTROP UPR, diwakili Sekretaris UPT Drs Tampung S Saman M Lib.
Dalam arahannya, Tampung S Maman memaparkan sejarah dan kiprah lembaga UPT LLG-CIMTROP UPR dalam penelitian dan pengelolaan lahan gambut di Kalteng yang terdegradasi akibat perambahan hutan serta pengembangan kawasan pertanian, yakni program pembukaan lahan gambut (PLG) 1 juta hektare di tahun 1990-an.
Selanjutnya, kegiatan sosialisasi dan FGD menampilkan pemateri Ketua Tim Peneliti Dr Yusurum Jagau MS.
Paparan diawali dengan perkenalan anggota tim peneliti yang berlatar belakang berbagai disiplin ilmu, di antaranya akademisi pertanian, perikanan, peternakan, kehutanan dan sosial ekonomi.
Dr Jagau menjelaskan, saat ini telah dilaksanakan kegiatan pilot project Demonstrasi Plot (Demplot) dengan lokasi area ujung jembatan Trans-Kalimantan di Desa Pilang. Program ini rencananya berlangsung hingga akhir November 2018.
Dipaparkannya, latar belakang pendekatan restorasi oleh BRG meliputi konsep “3R” yaitu rewetting, revegation, dan revitalization, yang diwujudkan dalam pendekatan pengelolaan sumber daya alam terpadu berupa model agro-sylvo-fishery.
“Tujuan umum kegiatan adalah untuk mendemonstrasikan model restorasi gambut terintegrasi yang dapat diterapkan masyarakat yang mendiami lahan gambut, seperti di Desa Pilang ini,” ujar Jagau.
Dosen Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian UPR itu melanjutkan, tujuan khusus dari kegiatan ini, pertama riset aksi berupa demonstrasi plot. Kedua, transfer ilmu dan pengetahuan kepada masyarakat terkait sistem “Paludikultur”. Ketiga, peningkatan ekonomi masyarakat sekitar.
Sebagai percontohan dalam kegiatan dilakukan pembuatan pilot berupa penanaman bibit pohon belangeran dan jelutung, penanaman aneka jenis keladi, penanaman tanaman air, pembuatan beje, budidaya lebah madu dan pelatihan pengelolaan hasil. Semua percontohan tersebut dilakukan pada lahan seluas kurang lebih 2 hektare.
Usai paparan, kegiatan dilanjutkan dengan sesi tanya jawab dari peserta kepada pemateri. Di sesi ini, masyarakat umumnya menyampaikan antusias dan dukungannnya terhadap upaya pelestarian dan pemanfaatan lahan gambut.
Namun, mereka terkendala kurangnya pemahaman teknologi serta sarana pendukung pengelolaan lahan gambut yang efektif untuk budidaya pertanian maupun perikanan.
Selain itu, upaya pemanfaatan lahan gambut oleh warga sebagai lahan pertanian oleh warga juga terkendala regulasi pemerintah, yakni aturan larangan membuka lahan gambut dengan cara membakar.
“Kami berharap pihak terkait membantu teknologi dan pengelolaan lahan yang efektif di lahan gambut,” ujar Kepala Desa Pilang Leson Idar.